-->

INI ALASANYA KAJENG KLIWON DITAKUTI DAN DIKERAMATKAN


KAJENG KLIWON DITAKUTI DAN DIKERAMATKAN


Rahinan Kajeng Kliwon di Bali begitu ditakuti dan dikeramatkan, Karena pada hari ini adalah hari yang dipergunakan untuk berbuat ugig (sejenis desti, pengleakan, teluh dan sebagainya). Dunia magic/pengleakan di Bali, dari sumber-sumber yang dapat dipercaya berasal dari sejarah cerita “Calonarang”. Sampai kinipun kepercayaan itu masih lekat di kalangan masyarakat Bali. Kisah dan ceritanya adalah pada waktu Pemerintahan Prabu Erlangga di Jawa Timur, ceritanya adalah

Di suatu Desa di wilayah Kerajaan Prabu Erlangga, hiduplah seorang janda dengan anak gadisnya. Janda tersebut bernama Rangda Dirah atau disingkat Ni Dirah saja. Sedangkan anak gadisnya bernama Ratna Mangali. Setelah Ratna Mangali menginjak usia akil balik, tidak satupun pemuda desa yang berani meminangnya, termasuk saudara misannya sendiri yaitu Prabu Erlangga. "Karena diketahui oleh umum, bahwa ibunya Ratna Mangali bisa ngeleak. Begitu pula saudara misan Ratna Mangali yang lain seperti Jayabaya dan Jayasaba.

Pada waktu mudanya Rangda Dirah bernama Dewi Puncak Manik, kemudian kawin dengan seorang Pendeta. Dari perkawinan itu lahirlah seorang putri cantik parasnya bernama Ratna Manggali.

Karena sudah menjadi dharma seorang Wiku pada jaman itu, maka untuk nangun kerti (Wanaprasta). Sepeninggal sang pendeta Ni Dirah hidup bersama anaknya disebuah desa.

Ni Dirah ketika masih gadis yang bemama Dewi Puncak Manik pernah bertapa di sebuah hutan dan mendapat panugrahzn dari Bhatari Durga. Berupa sebuah Lontar Pangleakan. Yang mana kemudian setelah dia mempelajari Lontar itu akhirnya dia menjadi Ratu Leak yang mempunyai banyak pengikut diantaranya adalah : I Rarung, I Lenda Lendi, Waksirga, Jaran Guyang dan lain-lainnya.

Ni Dirah merasa jengkel karena anaknya tidak ada yang berani meminangnya. Karena kemarahannya lalu ia membuat gembug berupa wabah penyakit. Setiap penduduk desanya diteluh, paginya sakit sorenya meninggaL Wabah tersebut terus menyebar sampai ke kota raja. Penduduk kota raja menjadi resah dan gelisah, karena banyak warganya meninggaL Merajalelanya wabah tersebut membuat Prabu Erlangga menjadi murka. Maka Raja Erlangga pun kemudian meminta bantuan kepada para pendeta, untuk dapat mengatasi wabah penyakit yang menyerang penduduk.

Para pendeta mengadakan pemufakatan menunjuk Empu Baradah tmmk menyelesaikan masalah tersebut. Empu Baradah lalu menugaskan putra beliau untuk menyelidiki wabah penyakit tersebut. Putra beliau yang bernama Empu Bahula dengan tekun terus melacak sumber bencana itu. Akhirnya setelah melalui perjalanan panjang dan rumit, diketahuilah sumber bencana tersebut. Termasuk pula tentang masalah Ratna Mangali yang tidak ada meminangnya.

Mengetahui hal ini maka Empu Baradah menyarankan Empu Bahula untuk mengawini anak Ni Dirah yang bernama Ratna Manggali. Perkawinan ini adalah kawin politik. Karena ada tujuan khusus untuk mengetahui dan menyelidiki rahasia kekuatan Ni Dirah. Maka begitulah setelah Empu Baradah meminang Ratna Manggali untuk putranya Empu Bahula, maka Empu Bahula tinggal dirumah mertuanya.

Setelah tinggal di rumah mertuanya, Empu Bahula sering melihat kejadian yang ganjil. Karena setiap malam Ni Dirah tak ada dirumah dan pergi ke setra Gandamayu, untuk tangkil menghadap Dewi Durga. Kemudian Empu Bahula menanyakan hal ini kepada istrinya Ratna Manggali. “Dinda kenapa setiap malam ibu tidak ada di rumah”, kata Empu Bahula. “Oh, ibu pergi ke setra Gandamayu (kuburan) untuk menghadap Dewi Durga, karena beliau telah menganugrahkan paica berupa Lontar Pengleakan pada ibu.” Kemudian Empu Bahula menanyakan lagi kepada isterinya dimana sekarang Lontar itu?”. Maka Ratna Manggali mengambilkan Lontar itu untuk suaminya.

Singkat cerita Lontar itu didapatkan oleh Empu Bahula, dan pada malam itu juga dibawanya pada ayahnya yaitu Empu Baradah. Selanjutnya Empu Baradah mempelajari isi Lontar itu, dan Empu Bahulapun ikut mempelajarinya. Setelah mengtahui rahasia kekuatan Ni Dirah maka Empu Baradah berusaha untuk menasehati Ni Dirah agar menggunakan ilmu-ilmunya untuk kebaikan dan menolong orang, bukan untuk berbuat kejahatan. . Namun Ni Dirah menjadi tesinggung. Maka perang tandingpun tak dapat dihindari, yang berakhir dengan kekalahan Ni Dirah. Maka setelah itu grubug yang merajalela selama ini menjadi reda dan Sirna.

Kisah raja-raja pada waktu jaya-jayanya Kerajaan Hindu, maka ilmu-ilmu tentang santet dan teluhpun berjaya pada waktu itu. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak yang mengungsi ke Bali. Termasuk membawa pustaka suci warisan para leluhur, berupa lontar-lontar. Yang tentunya juga diwarisi sampai sekarang. Sehingga tidaklah mengherankan apabila ilmu pengleakan di Bali sampai sekarang tetap bertahan.

Di Bali penestian atau Pengleakan (Ilmu Ugig) dihidupkan atau dilakukan pada waktu rahinan Kajeng Kliwon. Karena pada
hari itulah bangkitnya para Bhuta Kala (Bhebutan). Anggapati yang bersemayam dan menghuni tubuh manusia atau mahluk lainnya, sebagai makanannya maka dia boleh memangsa/mengganggu manusia apabila keadaannya sedang lemah atau dikuasai oleh nafsu angkara murka. Maka tidaklah mengherankan apabila ada orang yang sampai gelap mata membunuh saudara, teman, ibu, bapak, anak dan lain sebagainya. Karena pada saat itu dia dikuasai oleh nafsu angkara. Dalam keadaan seperti itu dia dikendalikan oleh Bhuta Kala.

Untuk menetralisir hal tersebut maka umat dianjurkan untuk melakukan pengendalian diri berupa meditasi dan tapa brata yoga samadi. Banten segehan/blabaran adalah salah satu sarana untuk menetralisir, kekuatan negatif itu. Disamping itu tentunya dengan mendalami ajaran-ajaran agama, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Mrajapati merupakan penghuni kuburan dan perempatan agung. Sebagai makanannya maka ia berhak memangsa bangkai/ mayat yang ditanam melanggar waktu (hari-hari yang terlarang olah Kala), dan kecaping aksara/padewasan. Ia juga boleh memakan/ mengganggu orang yang memberi hari/dewasa yang . bertentangan dengan ketentuan (pelih dewasa/salah menentukan hari baik), melanggar serta melakukan upacaranya.

Banaspati merupakan penghuni sungai-sungai dan batubatu besar. Sebagai makanannya'adalah orang yang lewat atau berjalan maupun tidur pada waktu-waktu yang terlarang oleh Kala misalnya tengah hari (Kali tepet) atau Sandikala.

Banaspati Raja merupakan penghuni kayu-kayu besar, misalnya Kepuh, Randu, Beringin dan pohon-pohon kayu yang dianggap angker. Dia punya kuasa mengganggu, memangsa orang yang menebang kayu atau naik pohon pada waktu yang terlarang oleh Kala Kecaping Aksara (Dewasa).

Pamelastali (5 hari sebelum piodalan Sang Hyang Aji Saraswati), yang disebut dengan Watugunung Runtuh. Memang ada beberapa orang yang telah membuktikan hal ini, setelah ngatumng sesangi semacam itu penyakitnya hilang. 

Namun kini karena kemajuan teknologi, dan kemajuan jaman, tradisi semacam ini kemudian memudar dan dilupakan oleh masyarakatnya. Selain Kajeng Kliwon Uwudan, Kajeng Kliwon Enyitan dan Kajeng Kliwon Pamelastali, ada lagi satu Kajeng Kliwon yang ditakuti olah masyarakat Bali, yaitu Kajeng Kliwon Wuku Wayang, yang bertepatan dengan Tumpek Wayang. Pada hari Sanispara Kajeng Kliwon Wayang 'ini rawan terjadi grubug. Ada saja menjelang rahinan ini orang meninggal secara mendadak dan berturut-turut. 

Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter