-->

ASAL MULA HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN DI BALI



ASAL MULA HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN  DI BALI

Hari suci Galungan yang sudah terkenal dirayakan tiap-tiap Budha Khon Dunggulan. Han Suci  Galungan mempunyai aru ”Pawedalan jagat" atau penghormatan kepada bumi. Pada hari ini umat Hindu menyampaikan terima kasih kepada Tuhan atas ciptaan dan segala isi alam semesta. Pada hari ini pula umat Hindu menyampaikan puji syukur atas rahmatNya. 

Hubungan antara Mayadenawa dan Hari Suci Galungan 

Pada suatu peristiwa, ada seorang Raja kuat bernama Mayadanawa. Mayadanawa adalah suatu keturunan daitya (raksasa kuat), putra Dewi Danu. Oleh karena kuasa nya ia dapat menjelma ke dalam berbagai wujud. 

Raja Ini menguasai area Makasar, Sumbawa. Bugis, Lombok, dan Blambangan. Oleh karena kuasa agungnya, Mayadenawa menjadi sombong dan kejam. Di dalam periode ini seorang imam dengan kuasa Raja, memanggil Mpu Kulputih. Mayadanawa tidak mengijinkan Orang Bali untuk memuja Tuhan, dan hancurkan semua pura-pura. 

Oleh karena itu masyarakat Bali menjadi putusasa, tumbuh-tumbuhan dibinasakan, tanda peringatan di mana-mana. Orang-Orang tidak berani berjuang kembali atau membantah perintah Mayadenawa oleh karena kuasa gaibnya. 

Mpu Kulputih menjadi sangat sedih untuk melihat kondisi ini. Kemudian ia bermeditasi dihadapan Pura Besakih untuk meminta bimbingan Tuhan untuk menangani kekacauan masyarakat Bali yang disebabkan oleh perilaku Raja tersebut. Kemudian ia mendapat bimbingan dari Tuhan dalam manifesasinya Mahadewa untuk pergi ke Jambu Dwipa (Jawa) dan meminta bantuan. 

Tidak di jelaskan siapa dikirim ke Jawa, dan singkat cerita datanglah suatu peleton pasukan dari surga untuk menyerang Mayadenawa. Dikatakan bahwa Tuhan dalam manifestasinya Dewa Indra memimpin pasukan dari surga, dengan senjata lengkap ke Bali. di dalam serangan Citrasena dan Citragada itu memimpin peleton di sayap kanan. 

Bernyanyi Jayantaka memimpin sayap kiri, sedangkan Gandarwa memimpin peleton yang utama [itu]. Uhagawan Narada dikirim untuk menyelidiki istana Mayadenawa. Mayadenawa telah mengenal serangan dari pasukan Bhatara Indra, sebab ia mempunyai banyak mata-mata. 



Oleh karena itu, tidak bisa menghindarkan suatu peperangan seram yang menyebabkan banyak korban dari kedua-duanya sisi. Tetapi, sebab pasukan Bhatara indra lebih kuat, akhirnya Mayadenawa dan Pasukan melarikan diri dan meninggalkan Raja dan bantuan nya, yang bernama Si Kala Wong. Semoga sukses ada bersama Mayadenawa dan bantuan nya sebab Peperangan telah harus dihentikan, karena malam telah tiba. 

Pada malam hari, ketika pasukan dari surga masih tertidur, Mayadenawa datang dan menciptakan air racun di dalamnya dekat tempat tidur pasukan dari surga. Kemudian, ia meninggalkan tempat itu, dan dalam urutan tidak meninggalkan manapun jalan kecil, ia berjalan dengan etengah sisi kaki nya (nampak miring). 

Tempat itu yang kemudiannya disebut Tampak Siring. Hari berikutnya pasukan dari ' surga bangun dari tidurnya dan meminum air yang telah diciptakan oleh Mayadenawa. Semua anggota dari pasukan jatuh sakit. 

Bhatara Indra mendapatkan obat sekitar temapat tesebut, kemudian ia menciptakan sumber air ’ Yang lain disebut Tirta Empul”. Oleh karena itu air ini, dipakai memerciki penderita sakit, pasukan menjadi sembuh seperti sedia kala. Aliran air dari Tirta Empu] menjadi suatu sungai yang bernama Tukad Pakerisan. 

Bhatara Indra dan pasukannya memburu Mayadenawa yang membawa lari bantuannya. Mayadenawa merubah wujud dalam pengejaran Bhatara Indra dengan pasukkanya yang kuat. Mayadenawa menjelma beberapa kali seperti: ke dalam ”buah timbul”, ’busung’, ’susuh’, ’ bidadari’ dan akhimya menjelma ke dalam sebuah batu bersama patih Si Kala Wong. Bhatara Indra membentangkan busur dengan suatu panah hingga ia meninggal.. 

Darah nya yang disimpan untuk mengalir dan menjadi suatu sungai yang disebut dengan Petanu. Sungai ini dikutuk. Jika digunakan untuk air sawah, padi berasnya akan tumbuh dengan cepat, tetapi ketika dipanen buahnya berwarna merah darah. Kutukan ini akan berakhir setelah 1000 tahun. 

Desa di mana Mayadenawa menjelma ke dalam buah ‘timbul’, kemudiannya dikenal sebagai Desa Timbul, tempat ia menjelma ke dalam ’busung’ (daun kelapa muda) disebut Desa Blusung, tempat ia menjelma ke dalam susuh disebut Desa Penyusuhan, dan tempat ia menjelma ke dalam wujud Bidadari, kemudiannya disebut Desa Kedewatan (Ubud). 

Kematian Raja Mayadenawa menjadi kemenangan dari yang baik (dharma) atas ke jahatan (adharma). Hari kemenangan ini dirayakan tiap-tiap enam bulan (6x35 hari=210 hari), yang mana disebut dengan Hari Suci Galungan. Disebut Galungan, mungkin dirayakan pada Wuku Galungan (yang didasarkan pada penanggalan orang Bali), demikian juga hari Kuningan yang jatuh pada wuku Kuningan. 

Perayaan Galungan dan Kuningan dimulai pada Tumpek Wariga atau Tumpek Pengarah, persiapan untuk Galungan dan Kuningan, sampai Budha Keliwon Pahang atau juga disebut Budha Keliwon Pegat Wakan.

~Semoga bermamfaat rahayu ~
  


Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter