-->

APAKAH ATMAN SAMA DENGAN TUHAN ?

Post a Comment

Pernahkah kita bertanya kenapa ada sosok yang disebut Yang Maha Kuasa, Yang Maha Agung, Yang Maha segalanya yang kita sebut Tuhan? Lalu kenapa kita tidak seperti Tuhan? Kenapa kita harus takluk dan mengabdi kepada-Nya? 
Untuk apa setiap hari harus berdoa, sembahyang, membuat persembahan, yajna, dan melakukan pertapaan kalau bukan untuk pelayanan Bhakti kepada Tuhan.

Pada dasarnya kita sebagai mahluk hidup yang selalu bertindak sebagai pelayan Tuhan dijelaskan dalam beberapa sumber kitab suci Veda. Dalam Bhagavad Gita 7.5 Sri Krishna bersabda : “apareyam itas tv anyāḿ prakṛtiḿ viddhi me parām jīva-bhūtāḿ mahā-bāho yayedaḿ dhāryate jagat, Wahai Arjuna yang berlengan perkasa, di samping tenaga-tenaga tersebut, ada pula tenaga-Ku yang lain yang bersifat utama, terdiri dari para makhluk hidup yang menggunakan sumber-sumber alam material yang rendah tersebut”.  

Pelayanan kepada Tuhan adalah “dharma” sang Jiva sehingga ia disebut makhluk hidup (living entity), seperti halnya rasa manis adalah dharma suatu benda, sehingga ia disebut gula, atau panas adalah dharma dari Api. Dikatakan bahwa jivera svarupa haya krsna nitya dasa, kedudukan dasar sang Jiva adalah sebagai pelayan/abdi kekal Tuhan Sri Krishna (CC Madya-Lila 20.108). Ekale isvara krsna ara saba bhrtya, pengendali hanya satu yaitu Tuhan Sri Krishna, semua yang lain adalah para pelayan-Nya (CC Adi-Lila 5.142).

Di sini ditegaskan bahwa kita sebagai mahluk hidup yang disebut sebagai jīva adalah bagian-bagian kecil dari tak terhingga tenaga-tenaga Tuhan. Bahwa hakekat Tuhan dan Mahluk hidup pada dasarnya adalah kekal.  “Mamaivāḿśo jīva-loke jīva-bhūtaḥ sanātanaḥ, para jīva yang jatuh dan terbelenggu di dunia fana adalah percikan kecil yang kekal yang terpisah dari-Ku” (Bhagavad Gita 15.7). 

Kalau memang diri kita sejati sebagai Atman/Jiva adalah abadi, bukankah itu artinya untuk selamanya kita hanya akan menjadi jīva-bhūtāḿ dari Tuhan? Lalu kapan kita bisa menjadi Tuhan? Kapan kita bisa menjadi yang paling berkuasa?

Ada beberapa kalangan mengatakan Atman sama dengan Tuhan. Dikatakan bahwa Atman adalah percikan atau pecahan Tuhan yang suatu saat bergabung dan menyatu kembali menjadi Tuhan. Aspek tertinggi dari Tuhan dikatakan sebagai Brahman yang tidak berwujud, yang berupa kesunyatan . Sehingga kesunyatan itulah yang mereka sebut sebagai alam rohani, yaitu Brahman sebagai aspek Tuhan Impersonal itu sendiri. Tentunya dengan pandangan dasar yang berbeda ini, pertanyaan “keadilan Tuhan” dapat dieliminir mengingat Atman suatu saat juga akan menjadi Tuhan.

Mereka yang berpandangan seperti ini biasanya mendasarkan logikanya lebih banyak membahas aspek Tuhan Impersonal. Sloka-sloka seperti; tat tvam asi, Aham brahmasmi, ayam atma brahma, so’ham dan sarva khalu idam Brahman menjadi kutipan favorit pendukung filsafat kesamaan Atman dengan Tuhan ini.

Untuk istilah tat-tvam-asi, kata tat umumnya diterjemahkan sebagai Brahman (Tuhan), sehingga umumnya orang menterjemahkan tat-tvam-asi menjadi “Anda adalah Aku atau “Anda adalah Brahman”. Dengan pengertian ini, banyak orang memakai ungkapan tat-tvam-asi sebagai salah satu bukti pembenaran bahwa Atman sama dengan Tuhan. Hanya saja sebenarnya tat-tvam-asi merupakan pernyataan Veda yang memperingatkan setiap orang bahwa dirinya sejati adalah jiva spiritual abadi, bukan badan jasmani material ini. Sehingga tat-tvam-asi berarti “Anda adalah jiva rohani abadi”, bukan “Anda adalah Tuhan”.

Begitu juga dengan pernyataan “Aham brahmasmi”, Aku adalah Brahman (Brhad Aranyaka Upaniñad 1.4.10). Sehingga berdasarkan sloka-sloka tersebut  disimpulkan,”Ätman brahman aikya’m, Ätman adalah sama dengan Brahman. Atau sang makhluk hidup (jiva) adalah sama dengan Tuhan (Brahman). 

Hanya saja jika dicermati lebih dalam lagi, ternyata dalam tata bahasa Sansekerta, ada beberapa istilah yang sama tetapi diperuntukkan untuk entitas yang berbeda. Dalam hal ini adalah penyebutan kita sebagai Atman dengan Tuhan. Seperti contoh, jika kita disebut Atman, maka Tuhan disebut Paramatman. Jika kita disebut Purusa maka Tuhan Purusotama. jika kita disebut Brahman, maka Tuhan Parambrahman. Jika kita Isvara, maka Tuhan Parameswara, dan sebagainya. 

Atman adalah sama secara kualitatif dengan Tuhan, tetapi berbeda secara kuantitatif (Bhagavad Gita 2.17-25). Filsafat yang menyatakan Atman sama secara kualitatif dengan Tuhan tetapi berbeda secara kuantitatif ini dikenal dengan filsafat Acintya Bheda Abheda Tattva.

Tuhan memiliki tiga jenis tenaga atau shakti yaitu cit-shakti, tatastha-shakti, dan Maya-shakti. Jiva dapat dipengaruhi oleh Maya, tetapi Tuhan tidak. Walaupun Jiva dapat dipengaruhi Maya, tidak ada komposisi material di dalamnya. Sekalipun Jiva dapat jatuh dalam pengaruh Maya, namun Jiva sama sekali bukan hasil ciptaan Maya-shakti. Karena itulah Jiva dikatakan berbeda dengan Maya. Demikian pula Jiva juga tidak sama dengan Tuhan (dalam hal kuantitas). Dia tetap berbeda dengan Tuhan bahkan dalam tingkat pembebasan sekalipun.

Bhagavata Purana 11.12.22-23 yang dengan jelas membedakan Atman dengan Tuhan dengan cara mengibaratkannya seperti dua ekor burung yang hinggap di pohon yang sama. Pernyataan analogi dua burung ini juga diungkapkan dalam Svetasvatara Upanisad 4.7 dan Mundaka Upaniñad 3.1.1-2, “Dvasuparna säyujya sakhaya samanam vrksah , Walaupun dua ekor burung berada di sebatang pohon yang sama, di mana salah seekor hanya sibuk memakan buah-buahan pada pohon itu tetapi penuh kecemasan dan kemurungan namun dia sambil mencoba menikmati buah-buahan yang ada pada pohon tersebut, sedangkan burung yang satunya hanya menunggu dengan tenang sekali. Tetapi jika dengan suatu cara burung yang murung tersebut memalingkan mukanya kepada kawannya, yaitu kepada Tuhan dan mengerti kebesaran Beliau, maka segera si burung yang menderita tersebut dibebaskan dari segala kecemasan”. 

Dari sloka ini, memang sangat nyata diperlihatkan bahwa Tuhan dalam aspeknya sebagai Paramatman adalah berbeda dari Atman. Dan jika Paramatman dan Atman itu berbeda, itu artinya kita tidak bisa mengatakan suatu saat Paramatman (Tuhan) dan Atman akan bersatu karena seperti sloka-sloka yang sudah dikutip sebelumnya dikatakan bahwa baik Atman dan Tuhan adalah kekal abadi selamanya. 

Pada dasarnya Atman berbeda dari Tuhan dan selamanya Atman tidak akan pernah menjadi Tuhan. Tuhan memang dilayani oleh sangat banyak mahluk hidup, tetapi Tuhan juga punya kewajiban melayani seluruh mahluk hidup itu. Sementara mahluk hidup secara kodratnya hanya perlu melayani Tuhan

Kewajiban Tuhan dalam melayani semua mahluk hidup disampaikan dalam Svetastara Upanisad disebutkan: “Nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam yo vidadhati kaman, Ia yang maha kekal di antara yang kekal, Ia Yang Maha Sadar diantara yang sadar, Ia yang satu ini memelihara (mahluk hidup) yang amat banyak itu”. 

Dalam Īśopaniṣad (mantra 15) disebutkan: “hiraṇmayena pātreṇa satyasyāpihitaḿ mukham tat tvaḿ pūṣann apāvṛṇu satya-dharmāya dṛṣṭaye, O Tuhan yang hamba cintai, Anda memelihara seluruh jagat, dan bhakti kepada Anda adalah prinsip dharma tertinggi. Karena itu, hamba berdoa kiranya Anda juga memelihara diri hamba. Bentuk rohani Anda ditutupi oleh yoga-maya. 

Sementara itu dalam Bhagavad Gita seperti contohnya pada sloka 13.17 bagaimana Tuhan punya kewajiban melayani semua mahluk hidup.
Bahkan sebagaimana disampaikan dalam Bhagavad Gita 3.24 mensyaratkan bahwa Tugas dan kewajiban Tuhan sangatlah berat. 

Tuhan tidak boleh lalai sedikitpun dalam melaksanakan pelayananNya kepada seluruh mahluk hidup. Karena itu disebutkan, “utsīdeyur ime lokā na kuryāḿ karma ced ahamsańkarasya ca kartā syām upahanyām imāḥ prajāḥ, Kalau Aku tidak melakukan tugas-tugas kewajiban yang sudah ditetapkan, maka semua dunia ini akan hancur. Kalau Aku berbuat demikian, berarti Aku menyebabkan penduduk yang tidak diinginkan diciptakan, dan dengan demikian Aku menghancurkan kedamaian semua makhluk hidup.

Jadi dari pemaparan sloka-sloka ini, sangatlah jelas bahwasanya kita semua dan bahkan Tuhan sendiri adalah pelayan. Tuhan memang maha segalanya. Beliau Maha Kuasa, tetapi Beliau juga Maha Melayani. Dengan menyadari kenyataan ini kita sudah memahami makna dasar filsafat Achintya Bheda Abheda Tattva yang didengungkan Sri Chaitanya Maha Prabhu. 

Secara kuantitas kita sangat jauh berbeda dari Tuhan, tetapi secara kualitas kita dan Tuhan adalah sama. Tuhan tidak akan pernah segan-segan menjadi pelayan pribadi kita selama kita juga memberikan pelayanan cinta kasih bhakti timbal balik kepada Beliau.

Kitab Vedanta Sutra memaparkan hubungan timbal balik saling melayani antara Tuhan dengan mahluk hidup dengan sangat indah. Dua bab pertama Vedanta Sutra menyajikan sambandha jnana, yaitu pengetahuan tentang hubungan makhluk hidup dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa terdiri dari lima bagian dan contohnya, yaitu; Santa rasa (hubungan netral dengan Tuhan seperti Catur kumara), Dasya rasa (hubungan sebagai pelayan Tuhan seperti Hanuman), Sakhya rasa (hubungan sebagai sahabat Tuhan seperti Arjuna), Vatsalya rasa (hubungan sebagai orang tua Tuhan seperti Nanda Maharaj dan Yasoda) dan Madhurya rasa (hubungan sebagai kekasih Tuhan seperti Para Gopi). 

Dan selanjutnya dalam Bab ketiga disajikan mengenai abhideya jnana, pengetahuan tentang cara membina kembali hubungan itu dengan Tuhan. Jika kita cermati pemaparan kitab suci, maka dengan sangat jelas kita melihat bagaimana Tuhan dapat memposisikan diriNya sebagai pelayan para penyembahNya yang murni.

Kitab-kitab lain seperti purana-purana juga berkali-kali menegaskan bahwa Tuhan adalah pelayan bagi penyembahNya. Bahkan Tuhan lebih mencintai mereka yang melayani penyembahNya dan mahluk-mahluk ciptaannya dari pada mereka yang mengaku penyembah Tuhan, tetapi tidak punya rasa cinta kasih dan hormat kepada mahluk-mahlukNya. 

Dalam Padma Purana dan Siva Purana (sebagaimana dikutip dalam Laghu Bhagavatamrta 2.4 dan CC Madhya-Leila 11.31) disebutkan bahwa Parvati bertanya kepada suaminya Dewa Siva.
Dewi Parwati : “Dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada siapakah yang paling sempurna? Dan siapakah kepribadian tertinggi yang paling pantas dipuja?”
Dewa Siva menjawab: “Aradhananam sarvesam visnor aradhanam param, dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada Sri Visnu adalah yang paling tinggi tingkatannya. Tasmat parataram devi tadiyanam samarcanam, tetapi O dewi, ada lagi persembahyangan yang lebih utama dari ini yaitu memuja para penyembah Sri Visnu (Tuhan)”. 

Jawaban Siva ini sama dengan pernyataan Sri Krishna kepada Arjuna dalam Bhagavad Gita, “Ye me bhakta janah partha na me bhaktas ca te janah, wahai Partha, orang yang berkata dirinya adalah penyembahKu, sesungguhnya bukan penyembahKu. Mad bhaktanam ca ye bhakta te me bhaktata mamatah, tetapi orang yang berkata bahwa dirinya adalah bhakta dari bhaktaKu, dialah bhaktaKu yang sebenarnya”.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter